Assalamualaikum
Wr.Wb
Kali
ini saya akan membahas kelanjutan dari materi kemarin yaitu tentang
mikroorganisme. Setelah sebelumnya membahas bakteri asli (eubacteria), maka
kali ini akan membahas terkait Archaea. Berikut penjelasanya.
1. Archaea
Archaea
dibedakan dari bakteri lain yang dikenal atau digolongkan dalam eubakteri
dengan karakteristik fenotipe yang sangat terspesialisasi. Mayoritas archaea
juga berasal dari kondisi lingkungan yang ekstrem, sebagai contoh pada
lingkungan yang ekstrem panas, ekstrem dingin, ekstrem kadar keasaman, ataupun
tekanan. Archaea dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu bakteri metanogenik,
bakteri halofilik, dan bakteri termoasidofilik.
a. Kelompok
Halobacteria (bakteri halofilik)
adalah bakteri yang bersifat halofil ekstrem dan mampu bertahan hidup pada
lingkungan dengan kadar garam yang tinggi, misalnya Great Salt Lake. Sebagai
contoh adalah bakteri dari genus Halobacterium,
Haloferax, dan Halococcus yang hanya mampu hidup pada kadar garam yang sangat
tinggi. Bakteri ini bersifat aerob dan heterotrof. Pertumbuhan optimalnya
berkisar pada kadar garam 3,5-5 M NaCl.
b. Bakteri
termoasidofilik meliputi bakteri
yang hidup pada lingkungan dengan panas ekstrem dan keasaman ekstrem. Sebagai
contoh, bakteri Thermoplasma acidophilus,
yang tidak memiliki dinding sel, tumbuh optimum pada temperature 590C
dan pH 1-2. Bakteri Thermoproteales
umum dijumpai di sumber air panas, pegunungan, dan dasar laut. Temperatur optimum
untuk pertumbuhanya berkisar 85-1050C. Sulfolobus sp. tumbuh pada pH optimum 2 dan temperature optimum 700C.
c. Bakteri
metanogenik merupakan archaea
anaerob yang menghasilkan metan. Pada kelompok bakteri metagonikk, hampir semua
bentuk bakteri pada eubacteria dapat ditemukan. Bakteri ini bersifat mutlak
anaerob dan memproduksi metan (CH4) dari karbon dioksida (CO2)
dan hydrogen (H2). Sebagai contoh adalah anggota genus Methanobacterium. Bakteri ini ditemukan
pada intestinal (usus) manusia dan dimanfaatkan untuk proses pengelolaan air
selokan. Bakteri ini memperoleh energy dari kombinasi hidrogen (H2)
dengan karbon dioksida (CO2) membentuk metan (CH4). Pada
proses pengelolaan limbah selokan, bakteri ini mengubah lumpur selokan menjadi
metan melalui proses anaerob. Bentuk coccus
dapat ditemukan pada Methanococcus
vannielii, bentuk batang dapat ditemukan pada Methanobacterium formicicum, bentuk spiral dapat ditemukan pada Methanothrix hungatei, dan bentuk filament
dapat ditemukan pada Methanothrix
soehngenii. Bakteri ini bersifat mutlak anaerob, mengandung katalase dan
dismutase. sebagian besar bakteri metanogenik yang berhasil diisolasi diketahui
dapat menggunakan molekul hidrogen sebagai donor hidrogen. Beberapa diantaranya
dapat menggunakan metanol, asetat, atau metilamin. Pada beberapa kondisi
ekosistem anaerob, asetat dikenal sebagai substrat utama dalam pembentukan
metan.
2. Morfologi,
Fisiologi, dan Nutrisi archaea
Morfologi archaea menyerupai morfologi eubakteri,
yaitu berbentuk batang, kokus, dan heliks, namun beberapa genus Archaea memiliki bentuk yang tidak
biasa. SEbagai contoh adalah Pyrodictium
abyssi yang hidup di dasar laut pada temperature 1100C. P.
abysii memiliki bentuk sel berupa cakram dengan jalinan benang-benang tubulus
di sekitarnya. Beberapa archaea tergolong dalam Gram negative, selebihnya
merupakan Gram positif. Ada yang membelah melalui pembelahan biner,
fragmentasi, maupun pertunasan (budding).
Fisiologi archaea juga bervariasi dari yang bersifat aerob, fakultatif aerob,
hingga mutlak anaerob. Segi nutrisi, archaea terbagi menajdi archaea
kemoautotrof, fotoautotrof, dan kemoheterotrof.
3. Struktur
sel archaea
Archaea memiliki struktur sel yang berbeda dari
sebagian besar bakteri sehingga memungkinkanya untuk hidup pada kondisi
lingkungan yang ekstrem. Karakteristik paling menonjol adalah adanya ikatan
eter pada lipid mebran plasma. Hal ini membedakan archaea dari sebagian besar
bakteri dan organisme eukariot, dimana ikatan lipid pada membran plasma bakteri
berupa ikatan ester. Membran lipid archaea tersusun dari rantai karbon lurus
yang melekat pada gliserol oleh ikatan ester, sedangkan pada bakteri, membran
lipid tersusun dari rantai karbon bercabang-cabang yang melekat pada gliserol
melalui ikatan eter. Struktur sel archaea terdiri dari membrane sitoplasma,
dinding sel, flagella, kromosom, dan ribosom 70s.
https://www.pinterest.com
Demikian
pembahasan mengenai Mikroorganisme khususnya archaea kali ini. Semoga
penjelasan diatas dapat dipahami dengan mudah dan memberikan manfaat bagi
pembaca. Sekian dari saya kurang lebihnya mohon maaf.
Wassalamualikum
Wr.Wb
Daftar pustaka :
Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Yogjakarta :
Erlangga
0 Komentar untuk "Mikroorganisme Archaea"
Silahkan berkomentar sesuai artikel